Wednesday, October 12, 2005

Mangascan

Definition of "Manga": Manga (漫画) is the Japanese word for comics; outside of Japan, it usually refers specifically to Japanese comics.
Definition of "Scan": To digitally encode (text, for example) with an optical scanner.

Dari definisi di atas, kita dapat mengartikan "mangascan" sebagai suatu komik yang disajikan dalam bentuk digital sebagai hasil scanning untuk tujuan preservasi.

Kegiatan membuat mangascan (comicscan di Amerika) ini diawali oleh para maniak komik di Amerika sebagai antisipasi dari kerusakan fisik yang dapat dialami oleh kertas-kertas komik, yang dapat menjadi bau, rapuh, dan robek. Kegiatan ini (di Jepang disebut scanlation) dapat membuat komik-komik dapat kembali dinikmati beberapa puluh tahun yang akan datang tanpa kuatir termakan usia.

Di Indonesia, kita jarang sekali melihat ada orang-orang yang melakukan scanlation. Pemandangan yang sering terlihat adalah kegiatan menjual-belikan mangascan hasil scanlation orang luar negeri, terutama Amerika. Praktik jual-beli ini masih menjadi kontroversi sampai saat ini. Ada yang berpendapat bahwa ini sama saja dengan melakukan pembajakan. Tapi ada juga yang mengatakan bahwa kegiatan ini dapat menjadi suatu bentuk promosi terhadap komik aslinya. Karena bagi sebagian orang, membaca mangascan tidaklah senikmat membaca komik aslinya dimana kita dapat memegang kertasnya dan membalik halamannya. Namun di sini mangascan merupakan barang bajakan. Karena tidak ada orang Indonesia yang menjadikan mangascan sebagai preview atas komik aslinya. Wong sudah bisa baca komiknya sesuai dengan aslinya (pada beberapa kondisi, bahkan lebih baik), ngapain lagi mahal-mahal beli yang aslinya? Scanlation tidak memuat komik secara sepotong-sepotong, melainkan keseluruhan komik, halaman tiap halaman, kata demi kata yang diedit kembali dengan bahasa inggris yang benar, bahkan sampai volume terakhir komik tersebut.

Hal yang menarik bagi saya bukanlah kontroversi mengenai keberadaan mangascan tersebut, namun sejuta keuntungan dan berkah yang saya dapat dari adanya mangascan.

Saya pecinta komik Jepang (mulai saat ini saya sebut manga saja). Saya sudah mulai mengkoleksi manga sejak kelas 1 SD. Sampai sekarang masih berlanjut. Saat saya masih SD dulu, saya menemukan judul-judul manga yang kualitasnya menurut saya luar biasa seperti Ranma 1/2 (Rumiko Takahashi) dan Akira (Katsuhiro Otomo). Sewaktu saya SMU, saya menemukan judul-judul manga yang kualitasnya juga luar biasa seperti Video Girl Ai (K2R studio, Masakazu Katsura) dan Great Teacher Onizuka (Tohru Fujisawa). Persamaan dari manga-manga tersebut adalah:
1. Tidak diterbitkan oleh penerbit-penerbit bonafit seperti Elex Media Komputindo dan M&C Gramedia karena masalah regulasi sensor yang kebangetan (Kecuali Akira).
2. Manga-manga tersebut merupakan manga-manga best selling di Jepang dan Amerika.
3. Di Indonesia ,kecuali Akira, diterbitkan oleh penerbit-penerbit yang tidak sehat secara finansial seperti Buku Komik Media Group, Rajawali Grafiti, etc. Manga-manga tersebut terputus di tengah jalan karena penerbitnya keburu bangkrut.
4. Inkonsistensi dari penerbit bonafit yang menghentikan di tengah jalan terbitnya suatu judul manga (dalam hal ini, Akira) karena tingkat penjualan yang rendah.

Makanya banyak sekali judul manga yang membuat saya tidak bisa menikmatinya sampai tuntas.

Sampai saya menemukan mangascan...

Untuk setiap volume bukunya (kira-kira 200 halaman), kapasitas yang diperlukan hanyalah sekitar 20 MB paling banyak. Itupun sudah merupakan hasil scanlation dengan resolusi tinggi. Jika suatu judul manga terdiri dari rata-rata 30 volume sampai tamat, kapasitas yang dibutuhkan lebih sedikit dari sekeping CD-R. Dan untuk mendapatkan sekeping CD mangascan tersebut dari para penjual lokal online, hanya dibutuhkan biaya berkisar Rp. 15.000,- sampai Rp 20.000,-. Dari para penjual ini saya mendapatkan kembali manga-manga yang dulu saya anggap luar biasa itu, sampai volume yang terakhir, lengkap kap kap! Saya merasa seperti baru saja melakukan perjalanan dengan mesin waktu dan membeli manga-manga tersebut dengan discount besar-besaran.

Siapa bilang jadi orang Indonesia itu susah karena harga BBM-nya naik terus?

Let me tell you, life is good my friend!"
-From the song "Gaining Through Losing" by Ken Hirai-

-------------------------------
Link ke toko-toko mangascan online

A-Store
CDKomik
DKV96 Station
Komiktime

Monday, October 10, 2005

Review: Final Fantasy 7 Advent Children

Sudah tujuh tahun lebih sejak terakhir kali saya memainkan Final Fantasy 7 (FF7) di playstation. Sudah tujuh tahun, tapi memori tentang game tersebut tidak pernah hilang dari kepala saya dan para RPG-ers lainnya. SquareEnix tahu betul akan hal ini dan tidak menyia-nyiakan kesempatan ini untuk membuat suatu sekuel langsung dari game tersebut, yaitu Final Fantasy 7 Advent Children, yang bukan sebuah game RPG baru, melainkan sebuah film animasi 3D berdurasi 70 menit.

Star Scar Syndrom, dikenal juga dengan sebutan Geostigma, menyerang mereka yang terinfeksi oleh sel-sel genova. Sindrom ini merupakan reaksi tubuh sebagai respon atas masuknya zat asing, dalam hal ini sel-sel genova, ke dalam tubuh. Salah satu orang yang terkena Geostigma adalah Cloud. Di saat yang bersamaan datang tiga orang misterius , yang dipimpin oleh seorang bernama Kadaj, yang mengaku mencari-cari ibu (mother) mereka, yang tak lain adalah genova’s head. Dengan jalan kekerasan, mereka bertiga menanyakan keberadaan mother kepada Cloud cs, dan Rufus the Shinra’s boss serta Turks Gang. Apa sebenarnya tujuan mereka? Apa hubungan antara mereka dengan Geostigma? Bagaimana Cloud cs mengatasi masalah ini? Well, enjoy the movie.

Ceritanya tidak banyak, hanya sekedar pemuas kerinduan fans FF7. This film is not a brand new Final Fantasy 7 story or whatsoever. Walaupun begitu, tidak ada hal-hal yang masih menjadi misteri di gamenya diungkap di sini. Dari awal film kita langsung melihat ending dari game FF7. Dilanjutkan dengan sedikit narasi tentang cerita gamenya, cerita FF7 Advent Children pun dimulai. Karena itu, tentu saja, bagi yang belum mengerti cerita pada game FF7 secara keseluruhan, apalagi yang belum pernah memainkan gamenya, mustahil untuk mengerti film ini.

Siapa sih yang mau melihat Cloud cs dalam bentuk poligon? Pastinya kita semua ingin melihat mereka dalam bentuk yang aduhai. Karena itu SquareEnix mengerahkan seluruh kemampuan mereka untuk menghasilkan sebuah film dengan animasi 3D super keren. Cloud Strife terlihat begitu tampan. Tifa Lockheart terlihat begitu manis dengan sibakan rambutnya yang terlihat begitu realistis. Barret Wallace terlihat begitu garang. Vincent Valentine dan Cid Highwind terlihat begitu cool. Yufie Kusaragi terlihat begitu imut. Red XIII dan Cait Sith terlihat begitu…., mmm how do you say “good looking” to animals? Anyway, animasinya terlihat begitu indah dan perfect. The best 3D graphic ever made!!!

Music? What else to say? The music really brings back memories! Tifa’s theme, Aerith’s theme, victory’s theme, Turk’s theme, semuanya dibuat masih dengan arrangement yang sama namun dengan komposisi yang baru, yang pastinya membuat kita terbuai dan mengingat kembali masa-masa 7 tahun yang lalu. Tak lupa Sephiroth Choir Song yang merefleksikan kengerian yang sama saat melawan Sepiroth pada gamenya.

Sayangnya para seiyuu (pengisi suara) Jepang terdengar begitu hambar, tidak seperti biasanya orang Jepang berbicara dengan aksen yang unik di sana-sini. Beda sekali dengan anime. Mungkin karena film ini juga ditujukan untuk pasar Amerika, jadinya mereka tidak ingin terlihat (terdengar) terlalu kejepang-jepangan. Kenapa Cloud (seiyuu: Takahiro Sakurai) jadi terdengar begitu cool? Padahal aslinya Cloud itu tidak se-cool Squall Leonheart! Endingnya juga agak sedikit mengecewakan saya. Terlalu happy ending! Tapi tentunya akan lebih banyak yang kecewa dari saya kalau endingnya tidak seperti itu.

Overall, this movie is really awesome. Too bad if you miss this movie. Too bad if you never played the game. Tooooo bad if you never liked Final Fantasy.


Cerita: 7/10
Pengisi suara: 5/10
Ending: 6/10
CGI: 10/10
Overall: 8/10