Tuesday, February 26, 2008

Mempercayai dan Dipercaya

Apa yang lebih susah, mempercayai atau dipercaya? Mungkinkah keduanya sama susahnya? Atau justru keduanya sama mudahnya?

Kalau mempertimbangkan faktor upaya yang dilakukan, “dipercaya” lebih susah. Kita harus melakukan berbagai macam upaya agar dapat dipercaya oleh seseorang. Tak jarang upaya tersebut berupa pengorbanan dalam bentuk energi, waktu, pikiran, dan materi. Sedangkan untuk mempercayai, tak dibutuhkan upaya sekeras itu. Yang dibutuhkan hanyalah suatu keputusan di dalam pikiran untuk mempercayai seseorang.

Kalau mempertimbangkan faktor kondisi, keduanya sama sulitnya. Agar dapat terjadi suatu kondisi yang mana seseorang dapat mempercayai seseorang lainnya, maka harus ada seseorang lainnya tersebut yang melakukan berbagai upaya agar dapat dipercaya. Singkatnya, kalau ada yang mempercayai, harus ada yang dipercaya. Demikian sebaliknya. Kedua syarat tersebut harus ada agar kondisi yang diharapkan dapat terwujud.

Ada lagi faktor pertimbangan lainnya, yaitu faktor batiniah. Berdasarkan faktor tersebut, “mempercayai” lebih susah daripada “dipercaya”. Untuk dapat dipercaya, seseorang cukup melakukan upaya sebesar mungkin. Semakin besar upaya tersebut, biasanya semakin dapat dipercaya. Sedangkan untuk mempercayai, dibutuhkan suatu pemikiran yang mendalam yang juga disertai dengan pengambilan keputusan yang sangat sulit untuk dilakukan. Biasanya akan timbul suatu konflik batin dan gejolak di dalam diri kita, yang melibatkan banyak reaksi kimia hormonal di dalam tubuh kita. Sangat rumit. Tak jarang untuk masalah yang melibatkan hal-hal seperti ini, seseorang dapat terkena gangguan kejiwaan seperti stress, depresi, bahkan ketidakwarasan.

Kalau keduanya bisa dibuat sama mudahnya, kenapa harus dipersulit? Mempercayai dan dipercaya bisa dibuat sama mudahnya. Untuk mempercayai seseorang, tidak perlu menetapkan standar yang terlalu tinggi atas upaya yang dilakukan seseorang. Cukup menetapkan standar yang substansial saja. Ini bisa membuat kita mempercayai seseorang menjadi mudah dan lebih cepat. Orang yang dipercaya pun akan merasa dipermudah karena ia akhirnya tidak perlu lagi menambah upayanya. Pada akhirnya, keduanya akan menjadi sama mudahnya. Pada awalnya memang diperlukan inisiatif pihak yang ingin dipercaya untuk melakukan upaya-upaya. Namun kemudian, inisiatif dari pihak yang ingin mempercayailah yang pada akhirnya menentukan kapan kondisi mempercayai-dipercaya yang ideal dapat tercapai.

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
ps: You’re the best for me. Don’t just hope for it. Believe it!

Thursday, February 21, 2008

My Soulmate, My Partner in Crime

Photobucket

Stefania Carla Vitaromana Yuwono. Nama yang terdengar seperti perpaduan maksa Italia dan Jawa ini sebenarnya adalah nama pacarku yang kukenal baru tiga bulan yang lalu. Aku dan Fania berkenalan pertama kali melalui blognya Tasha (keponakanku, yang juga adalah sepupunya Fania). Dari blog, lanjut ke friendster, dan akhirnya ke Yahoo! Messenger. Nggak perlu waktu yg lama untuk mulai menjalin suatu hubungan (baca: jadian) dengan cewek yang satu ini, meskipun melalui proses yang agak aneh. Lebih anehnya lagi, aku baru pertama kali bertemu langsung dengan dia satu bulan setelah jadian.

Love is all about chemistry. Nggak peduli seberapa besar usaha kamu, cinta itu nggak bisa dipaksakan. Kalo dari awal udah nggak ada chemistry, rasa cinta akan sangat susah dimunculkan. Alasan pertama kenapa aku mau berpacaran dengan Fania, walaupun banyak halangan dari berbagai pihak, adalah karena alasan chemistry. Sewaktu baru berkenalan dengan Fania, aku sebenarnya sedang mendekati cewek lain. Walau begitu, aku nggak pernah menemukan chemistry yang aku harapkan dari diriku dan cewek itu. Tapi dengan Fania, aku menemukannya.

Kami punya banyak perbedaan. Mulai dari selera musik (Fania suka musik barat dan mandarin, aku suka musik jepang), wajah (super-cute Fania vs super-ugly Andre), kemampuan berkomunikasi (aku ngomong aja gagap, cuma bisa bahasa indonesia, bahasa inggris pas-pasan. Fania speaks four different language), kesehatan mata (eagle-eyed andre vs almost-blind-eyed Fania), sampai pada hal-hal yang nggak pantas untuk ditulis di blog ini. Kalau saya sendiri bingung dan Fania lebih bingung, apalagi orang lain. Tapi hal-hal itu nggak pernah mengurangi chemistry di antara kami. Kalau pun iya, toh kami nggak pernah menyadarinya dan itu nggak mengganggu kami. Jadi, nggak ada masalah kan?

Persamaan kami juga ada banyak. Mungkin ini yang menyebabkan kenapa aku merasa nyaman sekali bersama dia. Kami sama-sama suka begadang dan bangun siang (bahkan sore) kalau lagi nggak ada kesibukan. Kami suka keliling mal, cuci mata, nyobain makanan di restoran yang kami belum pernah coba. Kami suka makan es krim, minum di coffee bean, dan nonton film di bioskop (Yes, we actually watch the movie! Instead of making our own movie). Sama-sama suka nonton heroes dan the simpsons. Kami betah berlama-lama di depan komputer browsing dan chatting di internet. Both of us think that converse is cool, but hate so much those who wear it inappropriately. Bukan cuma kegemaran, tapi juga sifat. Kami sama-sama suka ngomong blak-blakan, nggak pake kode malu-malu ala jawa. Sama-sama moody, sama-sama cuek terhadap keadaan sekitar, sama-sama pemalas, sama-sama suka teriak nggak jelas, dan sama-sama mesum (tolong batasi imajinasi anda!).

Kami juga adalah pasangan yang suka mencela pasangan lain yang sok romantis, padahal kami sebenarnya ngiri. Di hari valentine saat kami jalan-jalan ke mal kelapa gading, kami sering mencela pasangan-pasangan yang memakai pakaian yang berpasangan. Ada yg tulisannya “Adam and Eve”, “Just Married”, “Prince and princess”, dll. Padahal kami juga sebenarnya ingin sekali memakai pakaian seperti itu. Sewaktu kami menemukan toko yang menjual pakaian “You belong to me” dan “I belong to you”, kami ingin sekali membelinya namun kami memutuskan untuk membelinya belakangan kalau sudah mau pulang. Saat kami melihat bahwa semakin banyak pasangan yang memakai pakaian berpasangan, kami akhirnya balik ke toko tersebut dan buru-buru ingin membelinya. Namun sayang, nggak ada ukuran yang pas. Batal deh niat kami.

Aku suka dia, selain karena persamaan-persamaan kami, karena dia orangnya apa adanya. Nggak sombong kayak cewek-cewek kaya biasanya (apalagi kayak Cinta Laura), dan nggak sok rendah hati kayak cewek-cewek lain yang takut dibilang sombong. Emang sih dia kadang-kadang belagunya keluar. Tapi siapa sih yang nggak? Fania juga bukan tipe “cewek dijemput”, yaitu cewek yang kalo jalan kemana-mana harus dijemput cowoknya di rumahnya pake mobil. Kalau misalnya aku nggak bisa jemput dia, dia mau aja ketemu langsung di tempat tujuan. Despite the fact that she CAN’T drive, knows nothing about public transportations in Jakarta other than taxy, and relies too much on “supir”. Ahahaha…

Kalo ngomongin agama, kami sedikit beda. Aku Protestan, dia Katolik. Though from some people’s point of view it’s a big problem, i can live with it. Walaupun dia belakangan ini suka banget pakai kalung salib, she’s not a religion freak (lucky me!). Even so, I always hope that she’ll be more religious than ever.

Kalo mau ngomongin kejelekan dia dan apa-apa yang aku nggak suka dari dia, postingan di blog ini akan nggak berujung. Dia, dan siapapun di dunia ini pastinya, punya banyak kelemahan yang mungkin jumlahnya lebih banyak daripada kelebihan-kelebihannya. Tapi dengan semua yang aku ceritakan tentang dia yang bikin aku nyaman, those weaknesses mean nothing. She might not be a perfect woman, but she’s perfect for me.
---------------------------------

Happy valentine's day, Honey. Oh iya, met tiga bulan juga.

Wednesday, February 06, 2008

Pacarku suka bikinin aku kue

Walaupun rasanya gak begitu enak (sorry, honey!), tapi yg penting niatnya

Photobucket
Photobucket

Makasih ya sayank.
I love you so much.

Monday, February 04, 2008

Saturday, February 02, 2008

Tangis dan hormat

Ketika mendengar berita pak Harto wafat, aku hanya bisa memberi hormat dan membasahi mataku dengan airmata yang tak kunjung jatuh.

Aku iri pada mereka yang bisa menitikkan airmata saat itu.

Aneh, nggak biasanya aku begini...