Sebenarnya film ini sudah lama, sekitar tahun 2002 yang lalu, namun saya baru berkesempatan menontonnya melalui DVD.
Ok, here goes nothing….
Onward!
“If you can’t forget the past, accept it!”-Jim Law-
Asia tampaknya menjadi sarang para hantu. Hal ini dapat terlihat dari begitu banyaknya film horror Asia yang berkualitas seperti film yang satu ini, Inner Sense, hasil karya produser Derek Yee bersama-sama dengan sutradara Lo Chi Leung.
Seperti tipikal film horror Asia lainnya dimana banyak terjadi penampakan makhluk halus, begitu pun juga pada film ini. Tokoh utamanya kali ini (dan selalu) adalah seorang wanita bernama Yan Cheung (Karena Lam) yang baru saja pindah ke apartemen barunya. Ia tampaknya adalah seorang yang terkena penyakit depresi berat, terlihat dari raut mukanya. Selama berada di apartemennya, ia selalu melihat orang-orang mati (dalam bentuk hantu/makhlus halus tentunya). Tak percaya dengan cerita Yan, maka sepupunya, Sin Yu Cheung (Maggie Poon), meminta tolong suaminya, Wilson Chang (Lee Chi Hung) untuk membawa sepupunya itu ke seorang psikiater, Jim Law (Leslie Cheung), yang merupakan rekan sekerja sekaligus sahabat Wilson.
Jim berpikir bahwa semua yang dialami Yan adalah ilusi yang muncul karena Yan kesepian dan mempunyai pengalaman yang buruk di masa lalunya. Dengan sepenuh hati, Jim menggunakan hampir semua waktunya untuk menyembuhkan Yan. Setelah Yan sembuh, tidak melihat hantu lagi, Jim mulai jatuh cinta pada gadis yang satu ini. Namun kemudian Jim mulai dapat melihat hantu juga. Dengan pertolongan dan cinta dari Yan, Jim berusaha melawan masalah sekaligus mengakhiri mimpi buruk ini.
Ciri khas film horror Asia terasa dalam film ini, dimana ketakutan yang dialami penonton lebih hebat daripada yang dialami sang karakter utama. Dengan kata lain, penonton lebih tersiksa. Hal ini dapat langsung dijumpai beberapa menit ketika film dimulai. Cerita kemudian berlangsung dengan alur yang sangat proporsional, karena memang kekuatan utama film ini adalah ceritanya, tanpa melupakan hantu-hantu untuk segera dimunculkan guna menegangkan urat syaraf yang sempat kendor akibat terlalu terfokus pada chemistry antara Yan dan Jim, yang memang disajikan dengan sangat menarik oleh sang sutradara. Musik-musik yang digubah oleh penata musik Peter Kam terdengar sangat merdu, bahkan juga untuk musik yang dipakai pada kemunculan hantu wanita pada bagian-bagian akhir film.
Saking jelasnya cerita yang disampaikan, seharusnya adegan-adegan yang bertele-tele yang menjelaskan masalah Jim berkaitan dengan masa lalunya tidak diperlukan lagi. Hanya dengan beberapa flashback masa lalu dan beberapa percakapan, masalah Jim sudah terlihat dengan jelas. Malah mungkin seharusnya ditambahkan penyelesaian masalah yang lebih panjang, karena penyelesaian masalah pada film ini tampaknya terlalu sederhana. Beberapa hal yang cukup mengganggu adalah penggunaan sound effect yang berlebihan saat kemunculan hantu-hantu. Penonton pastinya akan lebih kaget terhadap suara keras sebelum hantunya muncul, daripada terhadap hantunya sendiri.
Secara keseluruhan, film ini sangat menarik karena dibalut dengan cerita yang solid, satu hal yang sangat sulit ditiru oleh insan perfilman di Indonesia. Film ini juga menjadi bukti kedigdayaan film-film horror Asia di kancah perfilman dunia.
Cerita 7/10
Pemain 7/10
Ending 6/10
Scary-o-meter 6/10
Thanx to Gerimis, tempat gue nyewa DVD.
Ok, here goes nothing….
Onward!
“If you can’t forget the past, accept it!”-Jim Law-
Asia tampaknya menjadi sarang para hantu. Hal ini dapat terlihat dari begitu banyaknya film horror Asia yang berkualitas seperti film yang satu ini, Inner Sense, hasil karya produser Derek Yee bersama-sama dengan sutradara Lo Chi Leung.
Seperti tipikal film horror Asia lainnya dimana banyak terjadi penampakan makhluk halus, begitu pun juga pada film ini. Tokoh utamanya kali ini (dan selalu) adalah seorang wanita bernama Yan Cheung (Karena Lam) yang baru saja pindah ke apartemen barunya. Ia tampaknya adalah seorang yang terkena penyakit depresi berat, terlihat dari raut mukanya. Selama berada di apartemennya, ia selalu melihat orang-orang mati (dalam bentuk hantu/makhlus halus tentunya). Tak percaya dengan cerita Yan, maka sepupunya, Sin Yu Cheung (Maggie Poon), meminta tolong suaminya, Wilson Chang (Lee Chi Hung) untuk membawa sepupunya itu ke seorang psikiater, Jim Law (Leslie Cheung), yang merupakan rekan sekerja sekaligus sahabat Wilson.
Jim berpikir bahwa semua yang dialami Yan adalah ilusi yang muncul karena Yan kesepian dan mempunyai pengalaman yang buruk di masa lalunya. Dengan sepenuh hati, Jim menggunakan hampir semua waktunya untuk menyembuhkan Yan. Setelah Yan sembuh, tidak melihat hantu lagi, Jim mulai jatuh cinta pada gadis yang satu ini. Namun kemudian Jim mulai dapat melihat hantu juga. Dengan pertolongan dan cinta dari Yan, Jim berusaha melawan masalah sekaligus mengakhiri mimpi buruk ini.
Ciri khas film horror Asia terasa dalam film ini, dimana ketakutan yang dialami penonton lebih hebat daripada yang dialami sang karakter utama. Dengan kata lain, penonton lebih tersiksa. Hal ini dapat langsung dijumpai beberapa menit ketika film dimulai. Cerita kemudian berlangsung dengan alur yang sangat proporsional, karena memang kekuatan utama film ini adalah ceritanya, tanpa melupakan hantu-hantu untuk segera dimunculkan guna menegangkan urat syaraf yang sempat kendor akibat terlalu terfokus pada chemistry antara Yan dan Jim, yang memang disajikan dengan sangat menarik oleh sang sutradara. Musik-musik yang digubah oleh penata musik Peter Kam terdengar sangat merdu, bahkan juga untuk musik yang dipakai pada kemunculan hantu wanita pada bagian-bagian akhir film.
Saking jelasnya cerita yang disampaikan, seharusnya adegan-adegan yang bertele-tele yang menjelaskan masalah Jim berkaitan dengan masa lalunya tidak diperlukan lagi. Hanya dengan beberapa flashback masa lalu dan beberapa percakapan, masalah Jim sudah terlihat dengan jelas. Malah mungkin seharusnya ditambahkan penyelesaian masalah yang lebih panjang, karena penyelesaian masalah pada film ini tampaknya terlalu sederhana. Beberapa hal yang cukup mengganggu adalah penggunaan sound effect yang berlebihan saat kemunculan hantu-hantu. Penonton pastinya akan lebih kaget terhadap suara keras sebelum hantunya muncul, daripada terhadap hantunya sendiri.
Secara keseluruhan, film ini sangat menarik karena dibalut dengan cerita yang solid, satu hal yang sangat sulit ditiru oleh insan perfilman di Indonesia. Film ini juga menjadi bukti kedigdayaan film-film horror Asia di kancah perfilman dunia.
Cerita 7/10
Pemain 7/10
Ending 6/10
Scary-o-meter 6/10
Thanx to Gerimis, tempat gue nyewa DVD.