Sunday, January 23, 2005

Review: Bangsal 13

Jangan mengetuk pintu dari dalam (gedung bioskop)…….

Kesuksesan yg “mendatangi” Tusuk Jelangkung tampaknya ingin diulangi Dimas Djayadiningrat sebagai produser untuk kembali menelurkan sebuah karya masterpiece horror terbarunya yaitu Bangsal 13, dengan menggandeng sutradara Ody C. Harahap.

Film ini bercerita tentang dua orang sahabat, Natasha (Editha) dan Mina (Luna Maya) yang mengalami kecelakaan mobil sehingga harus dirawat inap di sebuah rumah sakit terdekat. Karena bangsal-bangsal yang ada di rumah sakit tersebut telah penuh, maka dokter Azis, tanpa mengindahkan teguran dari seorang dokter senior, menempatkan mereka di sebuah bangsal yang telah lama tidak difungsikan selama 20 tahun, yaitu bangsal 13. Dari obrolan para suster,dapat diketahui bahwa ada sebuah mitos berkaitan dengan bangsal tersebut. Mitos itulah yang menjadi alasan mengapa bangsal tersebut selama ini digembok dan disegel.

Selama berada di dalam bangsal 13, Natasha dan Mina mengalami kejadian-kejadian aneh yang terjadi sesudah Natasha mencoba membuka sebuah pintu kecil di lantai yang terus mengeluarkan suara ketukan dari dalam. Keadaan bertambah menegangkan sesudah Mina melakukan suatu hal yang menjadi pantangan, yaitu mengetuk pintu dari dalam ruangan. Kejadian-kejadian aneh juga mulai terjadi pada pacarnya Natasha, ketika ia melakukan pantangan yang sama saat sedang berada di rumah bersama pasangan selingkuhannya. Dengan petunjuk dari seorang suster misterius, suster Frida, maka mereka berdua berusaha untuk menyelesaikan masalah ini.

Suatu kemajuan pada film horror Indonesia yang telah diprakarsai oleh Tusuk Jelangkung tampaknya tidak dapat dilanjutkan oleh Bangsal 13. Efek-efek video klip khas Dimas Djayadiningrat yang dipakai pada film sebelumnya tidak tampak pada film ini sehingga memang adegan-adegan yang terjadi terlihat lebih natural, tanpa mengurangi intensitas ketegangan. Namun kebocoran plot dimana-mana, background music yang berlebihan sehingga kerap menutupi sound effect, serta minimnya kemampuan akting para pemain membuat film ini menjadi sangat membosankan, terutama di bagian pertengahan. Jika anda sering menonton film-film horror tipikal Asia seperti The Eye, The Ring, Pulse, dan The Tale of Two sisters yang jarang mengikuti kaidah-kaidah film horror pada umumnya (ketegangan hanya di malam hari, bad person will die, surprise justru terjadi pada saat backgound music berhenti), maka adegan-adegan yang membuat kaget tidak akan mempengaruhi anda. Endingnya yang mengesankan pun tidak dapat menolong keterpurukan film ini untuk segera dilupakan oleh para penonton setelah keluar dari gedung bioskop.

Cerita 5/10
Pemain 4/10
Ending 7/10
Scary-o-meter 5/10

Thanks to:
Rini, yang udah nemenin gue nonton
Steven, buat infonya seputar cast&crew

1 comment:

ikram said...

Yaa..belom sempet gua kirim komentar soal resensi ini, eh udah di-post sama dia. What can i say?
Selamat buat blog-nya, gua jadi komentator tetap deh... hehe. Gua link ya.