Tuesday, February 01, 2005

Review: Shattered Glass


Film ini sudah lebih dari setahun yang lalu beredar di sini, namun (lagi-lagi) saya baru berkesempatan menontonnya di DVD. Karena film ini bukan merupakan salah satu dari jejeran film-film “most wanted” bagi para movie mania sehingga hampir saja luput dari perhatian saya. Namun apakah benar film ini tidak layak dicap sebagai “most wanted”?
Here goes my review, enjoy!

This review is dedicated to my bestEST friend, Ikram Putra Nasution,
a great journalist wannabe.

Telah banyak beredar film yang mengangkat kisah seputar jurnalistik, namun hanya segelintir produser yang berani mengangkatnya dari kisah nyata. Salah satunya adalah produser Craig Baumgarten dkk dengan memproduksi film Shattered Glass, yang didistribusikan oleh Lion Gate Films. Film ini berdasarkan sebuah novel non-fiksi karya H.G Bassinger

Pada intro film ini, penonton langsung dihadapkan pada seorang sosok penulis handal, yaitu Stephen Glass (Hayden Christensen) yang bekerja pada sebuah majalah “The New Republic”, yang diklaim sebagai satu-satunya majalah resmi untuk pesawat Air Force One. Suatu prestasi yang hebat tentunya. Cerita kemudian berlanjut pada ruang kantor tempat Glass bekerja. Di tempat tersebut, terdapat sebuah friendship yang sangat erat di antara Glass dan teman-temannya. Yang diantaranya adalah Cathlyn (Chloe Sevigny) dan Amy (Melany Lynskey). Mereka semua, sama seperti Glass, adalah para penulis handal majalah tersebut. Para penulis ini juga menunjukkan suatu respect yang sangat besar kepada editor mereka, Michael Kelly (Hank Azaria). Hubungan di antara para penulis dan editornya ini berjalan tampaknya berjalan dengan baik. Sampai suatu hari dimana Michael digantikan posisinya oleh seorang penulis yang masih baru, yaitu Charles “Chuck” Lane (Peter Sarsgaard). Chuck rupanya kurang disenangi oleh para rekannya karena suka mencari muka di hadapan sang pemimpin redaksi. Kebencian ini bertambah ketika Chuck meragukan kebenaran sebuah artikel yang ditulis oleh Glass yang berjudul “Hack heaven”.

Kecurigaan Chuck bermula ketika seorang penulis dari majalah lain, Adam Penenberg (Steve Zahn) berusaha untuk mencari tahu narasumber yang dipakai oleh Glass sebagai bahan penulisannya. Namun semua pencarian ini berakhir nihil. Karena itu Adam melaporkan hal tersebut pada Chuck, sebagai editor majalah The New Republic. Khawatir tentang hal ini, maka Glass berusaha mati-matian untuk meyakinkan Chuck dan Adam bahwa artikel yang ia tulis benar-benar berdasarkan fakta.

Sineas sekaligus penulis naskah Billy Ray rupanya cukup sukses dalam menggambarkan dunia jurnalistik. Bahkan ia, melalui film ini, tak segan memberikan berbagai informasi bagi para penonton tentang hal-hal yang berkaitan dengan jurnalistik. Pada setengah jam pertama, penonton dihadapkan pada situasi ruangan kantor The New Republic dan kegiatan para tim redaksi. Setelah itu, masalah mulai diperkenalkan secara perlahan dan tanpa kita sadari telah mencapai klimaksnya. Bagian akhir film ini ditutup dengan sebuah ending yang sangat menarik, yang seakan-akan memuaskan kehausan penonton akan sebuah penyelesaian masalah. Ray cukup pintar memainkan emosi penonton, yang mendukung Glass pada satu waktu, dan tiba-tiba mendukung Chuck pada waktu lainnya. Ia juga dapat dengan baik menggambarkan hubungan yang erat antara Glass dan teman-temannya, walaupun penonton sepertinya dibuat pasrah menerima bahwa mereka memang berteman dengan baik sejak lama sebagai tim penulis The New Republic, entah kapan.

Sama seperti para penulis yang memiliki kekurangan dalam tulisannya, begitu pun juga film ini. Alur yang bergerak dengan sangat tergesa-gesa pada beberapa bagian film ini dan plot yang datang secara sporagis, membuat penonton sedikit terengah-engah dalam mengikuti jalan ceritanya. Namun hal ini sebenarnya dapat diatasi apabila film ini dibuat berdurasi lebih panjang dari durasi sebenarnya, yaitu 90 menit. Mungkin sang sutradara takut jika ia malah memberikan kesan bertele-tele apabila film ini dibuat lebih panjang. Banyak adegan-adegan emosional pada film ini yang sebenarnya dapat dimanfaatkan dengan sangat baik oleh para pemain untuk menunjukkan bakat beraktingnya. Ternyata hal tersebut tidak ditunjukkan oleh mereka. Terutama peran Glass sendiri, yang dibawakan dengan cukup datar sehingga perannya sebagai tokoh utama justru tersamarkan oleh Chuck.

Cerita 6/10
Pemain 5/10
Ending 8/10
Overall 6/10

Thanx to:
Ikram, who has asked me to write this review
Gerimis, tempat gue nyewa DVD (as always….)

No comments: