Jika mendengar nama Pangon Agung Sajdito Mataram, yang terbayang di benakku adalah sosok seorang anak laki-laki yang gendut,berkulit legam, dan sok tahu.Hanya itu lah kesan yang bisa kutangkap darinya selama 10 tahun (TK-SMP) belajar di sekolah yang sama dengannya. Hanya itu,karena aku jarang mengobrol dengannya. Soalnya aku tidak begitu betah berlama-lama berbicara dengannya. Pikirku, bisa bisa aku mati kebosanan mendengar nasehat-nasehatnya yang basi serta gaya bicaranya yang kaku.
“Aduuuuh, ni orang. Ngomongnya gede banget, banyak nasehat, dasar orang kolot! Mau jadi apa sih lo nanti? Liat aja ntar, gue bakalan jadi lebih sukses dari lo!”, begitu pikirku setiap kali dia mengoceh.
Lulus SMP, kami memasuki SMU yang berbeda. Anggapanku, bahwa aku akan jadi lebih sukses, terasa semakin mantap. Itu karena aku berhasil masuk SMU negeri terbaik di kotaku. Sedangkan ia hanya masuk SMU negeri terbaik ke-3.
“Ok, my bright future awaits me. Let’s see what kind of future awaits you!”
Lulus SMU, aku cukup terkejut juga mendengar bahwa ia memutuskan untuk masuk STT Jakarta. Wow, rupanya ia bersungguh-sungguh ingin melayani Tuhan. Baguslah, mengumpulkan harta di Surga. Sana gih!
“Ok, kalo gitu gue ngumpulin harta di bumi dulu, huehehehe…”
Aku tetap bersikukuh bahwa aku akan lebih sukses. Dasar pemikiranku adalah bahwa masuk STT belum menjamin apa-apa. Walaupun saya yakin dia telah menjadi sosok seorang pemuda hamba Tuhan yang benar-benar saleh, namun bisa saja ia tergelincir (ke dalam dosa) saat masih kuliah di tempat itu atau ketika ia menjadi pendeta nanti. Dan aku bisa belakangan bersungguh-sungguh melayani Tuhan setelah mengumpulkan harta di bumi terlebih dahulu sebanyak-banyaknya.
Bingung? Aku memang terlalu banyak berandai-andai…
Sampai suatu hari aku mendengar kabarnya yang sedang dirawat di ICU karena jatuh dari kereta.
“Kasihan loh Pangon, ndre. Kalo nanti sampai meninggal gimana? Kasihan…”, kata mamaku.
Kasihan? Seharusnya aku yang patut dikasihani. Jika aku yang berada di posisi Pangon saat itu, tentunya masih muncul banyak keraguan tentang nasibku di afterlife. Surga atau neraka? Sedangkan ia, posisinya di Surga sudah dipastikan! Bukannya ingin sok menjadi Tuhan, tetapi kalo melihat perilakunya yang sopan, alim dan rajin beribadah selama hidupnya, hal itu bukanlah suatu keraguan lagi.
Ketika beberapa hari kemudian aku mendengar bahwa ia telah meninggal dunia, rasanya aku ingin menangis. Bukan, bukan menangisi dirinya, melainkan menangisi diriku sendiri. Masa depanku masih belum jelas. Sedangkan ia … “melupakan apa yang telah di belakang(nya) dan mengarahkan diri kepada apa yang di hadapan(nya), dan berlari-lari kepada tujuan untuk memperoleh hadiah, yaitu panggilan sorgawi…” (Filipi 3:13b-14).
Yang benar-benar ingin kukatakan kepadanya saat ini bukannya “kasihan”, “selamat tinggal”, dan ucapan lainnya seperti yang telah orang lain katakan kepadanya. Tapi yang ingin kukatakan adalah, “Congratulations, buddy!”.
Tak bisakah kau meminta kepada Tuhan untuk menyisakan satu tempat untukku di sana?
“Sebab aku merana..., tulang-tulangku gemetar, dan jiwaku pun sangat terkejut,…TUHAN, berapa lama lagi?... Lesu aku karena mengeluh; setiap malam aku menggenangi tempat tidurku, dengan air mataku aku membanjiri ranjangku…Aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia…” (Mazmur 6:3-4,7; 22:7)
------------------------------------
In memoriam:
Pangon Agung Sadjito Mataram (30 April 1985 – 24 April 2005)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
5 comments:
All the best for him.
He who must have seen the "real truth" there. While us, still looking for it ...
it's a touchy story
do you regret it now?
well, don't be.
it's not too late for you to search the true meaning of your life before you go to heaven. or to hell.
enjoy your life...
you're gonna be big someday, while he's already dead.
call me a meanie.
sorry.
Ikram: Why is it touchy?
Because you pity me?
Edith wrote:
"You're gonna be big someday".
I said:
Pengen rasanya kalimat ini gw jadiin spanduk gede-gede trus gw gantung di tiang bendera depan rumah gw.
Tentu saja dengan tambahan "Edith said this to me"
First of all, turut berduka cita.
second of all, parah juga kalo loe beranggapan kalau ni orang lebih beruntung. iya emang bener dia lebih cepat bertemu dengan Tuhan, tapi apa dia sudah mendapatkan apa yang diinginkannya? Semua manusia pasti meninggal someday, dan sementara masih hidup kenapa tidak menikmati hidup? loe sendiri kalo menganggap sukses duniawi sebagai cara loe menikmati hidup, ya silahkan kejar cita2 loe itu. Tapi jangan pernah bilang kalo loe belum pasti ke surga. Dengan loe percaya kepada Tuhan (in this point i mean Jesus Christ) bukankah sudah menjamin satu tempat di surga? dengan kita berbuat dosa bukan berarti Tuhan melupakan kita, kitanya yang menjauh dari Dia. Tuhan akan selalu ingat pada anak2nya dan akan selalu menunggu anak2nya yang menjauh dariNya karena dosa untuk kembali. Begitu besarnya kasih Tuhan Allah pada kita manusia hingga ia memberikan Anaknya untuk menebus dosa manusia. Ingat ya Dre, kita ini anak2 tuhan yang pasti masuk surga, selama kita percaya kepada-Nya. God Bless u
Nggak kok 'Ndre. I said it was a touchy story for it touched my heart.
You see, death doesn't always go with mourn. The way you said congrats... So manly. Hehehe.
Post a Comment